Minggu, 15 November 2015

SASTRA POTRET HIDUP MANUSIA

SASTRA ADALAH POTRET REALITAS HIDUP !
Kedekatan sastra denga realitas hidup sangatlah erat. Dimensi yang selalu mendasari roh munculnya kekuatan sastra adalah sebuah realitas kehidupan yang benar-benar dirasakan sebagai sebuah simbol kebenaran sejati. Sastra sebagai sebuah citra potret kehidupan manusia yang paling real. Banyak perpektif mengenai sastra yang bisa dijadikan sebagai acuan untuk mengapresiasinya. Mulai kemunculan teori sebelum teori yang muncul pada tahun 1960an dengan susbtansi pemahaman mengenai common sense kemudian berkembang pada ranah new criticism yang bermuara pada kritik sastra, dalam hal ini memandang sastra selalu melaju pada tataran dimensi yang lebih luas dan menganggap semua hal disekeliling kita harus bisa disebut sebagai sebuah teks.
Namun semua yang dibicarakan tersebut tampaknya lebih condong pada pola pikir barat, sejatinya kita sebagai bangsa timur memiliki falsafah yang cukup kuat untuk melihat sisi dari sastra itu sendiri. Teori Katresnanism, menurut saya adalah kajian yang cukup magis untuk menerjemahkan apa itu sastra. Pada teori ini, sastra diangkat sebagai sebuah roh yang memiliki konsep  pada tataran give (memberi). Banyak sekali hal yang dapat dikaji dari Katresnanism ini, saya tertarik karena apa yang dibicarakan berangkat dari sebuah realitas hidup yang terkonstruksi menjadi sari atau oas (inti) hidup itu sendiri. Luar biasa holistic dan magis implementasi Katresnanism, hal yang terkadang tidak kita pikirkan bisa menjadi sebuah karya yang bisa otentik, inovatif dan memberikan bekal pemahaman mengenai kebenaran hidup sampai pada situasi jiwa yang katarsis.
Saya secara personal sangat tertarik dengan kajian sastra, menurut saya sastra itu bisa mengkodekan keadaan jiwa-jiwa manusia yang selalu dituntun pada sebuah proses kehidupan. Pada situasi hidup yang pernah saya alami menunjukkan eksistensi sastra sebagai sebuah cerminan kehidupan saya. Ini menjadi bahasa yang universal untuk disampaikan, bahwa potret kehidupan manusia sangatlah beragam. Kekuatan dari cipta, rasa dan karsa kita seolah menjadi indra untuk merasakan ketebalan pengalaman hidup yang dituangkan dalam bahasa seni. Sastra menjadi bukti nyata bahwa saya memiliki potret kehidupan yang sangat pahit sekali. Hal ini bisa saya tuangkan dalam karya puisi dengan judul “titik”. Kelihatnnya sangat sederhana, namun di balik kata “titik” tersebut jiwa saya terkoyak, tergerak, berontak untuk kuat dalam menjalani sebuah potret realitas hidup. Mungkin hal ini yang bisa membuat sampai saat ini potret kehidupan saya dapat diabadikan melalui sebuah karya sastra.



Yogyakarta, 30 Agustus 2015

Yohanes Bosco Dion Rikayakto

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

BAHASA PETUNJUK PEMAKAIAN PRODUK BERDASAR KAJIAN PRAGMATIK MAKSIM KUANTITAS

BAHASA PETUNJUK PEMAKAIAN PRODUK   BERDASAR KAJIAN PRAGMATIK MAKSIM KUANTITAS A.     PENDAHULUAN  Latar Belakang Pragmatik mer...