SASTRA
ADALAH POTRET REALITAS HIDUP !
Kedekatan sastra denga realitas hidup
sangatlah erat. Dimensi yang selalu mendasari roh munculnya kekuatan sastra
adalah sebuah realitas kehidupan yang benar-benar dirasakan sebagai sebuah simbol
kebenaran sejati. Sastra sebagai sebuah citra potret kehidupan manusia yang
paling real. Banyak perpektif mengenai sastra yang bisa dijadikan sebagai acuan
untuk mengapresiasinya. Mulai kemunculan teori sebelum teori yang muncul pada
tahun 1960an dengan susbtansi pemahaman mengenai common sense kemudian berkembang pada ranah new criticism yang bermuara pada kritik sastra, dalam hal ini
memandang sastra selalu melaju pada tataran dimensi yang lebih luas dan
menganggap semua hal disekeliling kita harus bisa disebut sebagai sebuah teks.
Namun semua yang dibicarakan tersebut
tampaknya lebih condong pada pola pikir barat, sejatinya kita sebagai bangsa
timur memiliki falsafah yang cukup kuat untuk melihat sisi dari sastra itu
sendiri. Teori Katresnanism, menurut saya adalah kajian yang cukup magis untuk
menerjemahkan apa itu sastra. Pada teori ini, sastra diangkat sebagai sebuah
roh yang memiliki konsep pada tataran give (memberi). Banyak sekali hal yang
dapat dikaji dari Katresnanism ini, saya tertarik karena apa yang dibicarakan
berangkat dari sebuah realitas hidup yang terkonstruksi menjadi sari atau oas
(inti) hidup itu sendiri. Luar biasa holistic dan magis implementasi Katresnanism,
hal yang terkadang tidak kita pikirkan bisa menjadi sebuah karya yang bisa
otentik, inovatif dan memberikan bekal pemahaman mengenai kebenaran hidup
sampai pada situasi jiwa yang katarsis.
Saya secara personal sangat tertarik
dengan kajian sastra, menurut saya sastra itu bisa mengkodekan keadaan
jiwa-jiwa manusia yang selalu dituntun pada sebuah proses kehidupan. Pada situasi
hidup yang pernah saya alami menunjukkan eksistensi sastra sebagai sebuah
cerminan kehidupan saya. Ini menjadi bahasa yang universal untuk disampaikan,
bahwa potret kehidupan manusia sangatlah beragam. Kekuatan dari cipta, rasa dan
karsa kita seolah menjadi indra untuk merasakan ketebalan pengalaman hidup yang
dituangkan dalam bahasa seni. Sastra menjadi bukti nyata bahwa saya memiliki
potret kehidupan yang sangat pahit sekali. Hal ini bisa saya tuangkan dalam
karya puisi dengan judul “titik”. Kelihatnnya sangat sederhana, namun di balik
kata “titik” tersebut jiwa saya terkoyak, tergerak, berontak untuk kuat dalam
menjalani sebuah potret realitas hidup. Mungkin hal ini yang bisa membuat
sampai saat ini potret kehidupan saya dapat diabadikan melalui sebuah karya
sastra.
Yogyakarta, 30 Agustus 2015
Yohanes Bosco Dion Rikayakto
Tidak ada komentar:
Posting Komentar