Selasa, 26 November 2019

BAHASA PETUNJUK PEMAKAIAN PRODUK BERDASAR KAJIAN PRAGMATIK MAKSIM KUANTITAS


BAHASA PETUNJUK PEMAKAIAN PRODUK  
BERDASAR KAJIAN PRAGMATIK MAKSIM KUANTITAS


A.    PENDAHULUAN
 Latar Belakang
Pragmatik merupakan cabang ilmu bahasa yang semakin dikenal pada masa sekarang ini, walaupun pada kira-kira dua dasa warsa yang silam, ilmu ini jarang atau hampir tidak pernah disebut oleh para ahli bahasa. Hal ini dilandasi oleh semakin sadarnya para linguis, bahwa upaya untuk menguak hakikat bahasa tidak akan membawa hasil yang diharapkan tanpa didasari pemahaman terhadap pragmatik, yakni bagaimana bahasa itu digunakan dalam komunikasi (Leech, 1993: 1). Seorang filosof dan ahli logika Carnap (1938) juga menjelaskan bahwa pragmatik mempelajari konsep-konsep abstrak. Pragmatik mempelajari hubungan konsep yang merupakan tanda. Selanjutnya Montague mengatakan bahwa pragmatik adalah studi mengenai “idexical“ atau “deictic“. Dalam pengertian ini pragmatik berkaitan dengan teori rujukan atau deiksis, yaitu pemakaian bahasa yang menunjuk pada rujukan tertentu menurut pemakaiannya. Pragmatik merupakan salah satu bidang kajian linguistik, bidang yang merupakan penelitian bagi para ahli bahasa.
Pragmatik yang dimaksud sebagai bahan pengajaran bahasa atau yang disebut fungsi komunikatif, biasanya disajikan dalam ajaran bahasa asing. Sebagaimana telah di jelaskan bahwa kajian pragmatik sangat penting bagi seorang ahli linguis, dan perlu kita tahu apa yang sebenarnya ada di dalam pragmatik?, bagaimana kita harus menggunakan pragmatik dengan benar? mengapa kita harus mempelajari kajian pragmatik?. Dengan munculnya pertanyaan seperti itu kita akan berusaha menjawab bahwa isi dari kajian pragmatik itu adalah bidang yang mengkaji makna penutur,  bidang yang mengkaji makna menurut konteksnya, bidang yang melebihi kajian tentang makna yang diujarkan, mengkaji makna yang dikomunikasikan atau terkomunikasikan oleh pembicara, dan bidang yang mengkaji bentuk ekspresi menurut jarak sosial yang membatasi partisipan yang terlibat dalam percakapan tertentu. Setelah kita mengetahui isi dari kajian pragmatik setidaknya kita mampu mengimplementasikan setiap ucapan kita, mengerti maksud dan tujuan ucapan yang kita ucapkan dalam kehidupan sehari-hari. Karena itu pragmatik sangatlah penting dalam mengkaji  setiap ucapan yang kita keluarkan.
Seperti dalam pengertian bahasa, hal-hal di luar bahasa mempengaruhi pemahaman kita pada hal di dalam bahasa. Untuk memahami apa yang terjadi di dalam sebuah percakapan, misalnya kita perlu mengetahui aiapa aja yang terlibat di dalamnya, bagaimana hubungan dan jarak social di antara mereka, atau status relative di antara mereka.
Rustono (1999:55) menyatakan Prinsip percakapan (Convensional principle) adalah prinsip yang mengatur mekanisme percakapan antar pesertanya agar dapat bercakap-cakap secara kooperatif dan santun. Dari batasan itu dapat dikemukakan bahwa prinsip percakapan itu mencakup dua, yaitu prinsip kerjasama (cooperative principle) dan prinsip kesantunan (politeness principle). Pembicara di dalam percakapan harus berusaha agar apa yang dikatakannya bisa relevan dengan situasi di dalam percakapan itu, jelas dan mudah dipahami oleh pendengarnya. Dengan singkat dapat dikatakan bahwa ada kaidah-kaidah yang harus ditaati oleh pembicara agar percakapan dapat berjalan dengan lancer. Kaidah-kaidah itu di dalam kajian pragmatic, dikenal dengan prinsip kerja sama.
Dalam Kushartanti (2007:106) Grice (1975) mengungkapkan bahwa di dalam prinsip kerja sama, seorang pembicara harus mematuhi empat maksim. Maksim adalah prinsip yang harus ditaati oleh peserta pertuturan dalam berinteraksi, baik secara tekstual maupun interpersonal dalam upaya melancarkan jalannya proses komunikasi. Keempat maksim percakapan itu adalah: maksim kuantitas, maksim kualitas, maksim relevansi, dan maksim cara. Bahan penelitian saya disini mengacu pada maksim kuantitas, dapat kita  ketahui , maksim kuantitas merupakan suatu tuturan untuk memberikan informasi secara singkat, jelas dan tidak berlebihan.
Di dalam maksim kuantitas, seorang penutur diharapkan dapat memberikan informasi yang cukup, relatif memadai, dan seinformatif mungkin (Rahardi , 2008 : 53 ). Dan pendapat lain dari Kushartanti (2007:106) Grice (1975) mengungkapkan bahwa di dalam prinsip kerja sama yang berdasarkan pada maksim kuantitas, bahwa dalam percakapan penutur harus memberikan kontribusi yang secukupnya kepada mitra tuturnya. Dari kedua pendapat tersebut mempunyai pesamaan yakni suatu kajian yang memberikan informasi atau kontribusi secara tepat. Jadi bahasa adalah salah satu pelajaran yang mengajarkan suatu tata bahasa di dalam tindak ucapan yang mempunyai maksud,arti dan tujuan yang harus di pelajari.

B.     Rumusan Masalah
a)     Apakah maksim kuantitas berpengaruh pada kejelasan pemaknaan bahasa produk?
b)     Apa kaidah yang dihasilkan oleh maksim kuantitas, berdasarkan kajian bahasa teks suatu produk?

C.    METODE PENELITIAN
Penelitian ini di ambil langsung dari sumber tertulis yang terdapat produk minyak kayu putih cap lang dan bedak bayi my baby powder. Metode penelitian ini dinamakan dengan metode dokumentasi . Studi dokumenter merupakan merupakan suatu teknik pengumpulan data dengan menghimpun dan menganalisis dokumen-dokumen, baik dokumen tertulis, gambar maupun elektronik. Dokumen yang telah diperoleh kemudian dianalisis (diurai), dibandingkan dan dipadukan (sintesis) membentuk satu hasil kajian yang sistematis, padu dan utuh. Jadi studi dokumenter tidak sekadar mengumpulkan dan menuliskan atau melaporkan dalam bentuk kutipan-kutipan tentang sejumlah dokumuen yang dilaporkan dalam penelitian adalah hasil analisis terhadap dokumen-dokumen tersebut. Metode dokumentasi, yaitu mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, agenda, dan sebagainya. Dibandingkan dengan metode lain, maka metode ini agak tidak begitu sulit, dalam arti apabila ada kekeliruan sumber datanya masih tetap, belum berubah. Dengan metode dokumentasi yang diamati bukan benda hidup tetapi benda mati. Dalam menggunakan metode dokumentasi ini peneliti memegang check-list untuk mencari variabel yang sudah ditentukan. Apabila terdapat/muncul variabel yang dicari, maka peneliti tinggal membubuhkan tanda check di tempat yang sesuai. Untuk mencatat hal-hal yang bersifat bebas atau belum ditentukan dalam daftar variabel peneliti dapat menggunakan kalimat bebas.
Penelitian ini memfokuskan pada produk minyak kayu putih dan bedak bayi, karena satu kesatuan produk tersebut sering dipadukan penggunaannya untuk anak-anak balita. Berikut data temuan yang terdapat pada kedua data yang ditemukan.
PRODUK MINYAK KAYU PUTIH CAP LANG
(Minyak kayu putih cap Lang dengan natural aromaterapi ekaliptus, kegunaan membantu meredakan perut kembung, mual, masuk angin, sakit perut dan gatal-gatal akibat gigitan serangga).
CARA PEMAKAIAN, gosoklah pada tempat yang sakit secara merata sampai terasa hangat dan nyaman atau campurkan beberapa tetes minyak Kayu Putih Ekaliptus ini dengan air panas dan hiruplah udara.
PENYIMPANAN, simpan di tempat sejuk dan terlindung dari cahaya matahari.


BEDAK BAYI CAP BABY BABY
(My Baby Powder memberikan perawatan dengan penuh kelembutan, sehingga bayi merasa aman penuh kasih sayang sepanjang hari)
Begitu sejuk dan lembut melindungi kulit bayi yang teramat halus. Formulanya begitu ringan, mudah merata, harum, lembut dan segar, merenyap kelembaban pada kulit bayi.
PERINGATAN, Jauhkan dari hidung dan mulut bayi, jangan sampai terhirup atau tertelan bayi.

 a). Apakah maksim kuantitas berpengaruh pada kejelasan pemaknaan bahasa produk?
Wacana tersebut di analisis dengan konsep pragmatik, karena konsep pragmatik dapat menganalisis teks yang terdapat dalam produk tersebut. Thomas (1995: 22), dengan mengandaikan bahwa pemaknaan merupakan proses dinamis yang melibatkan negosiasi antara pembicara dan pendengar serta antara konteks ujaran (fisik, sosial, dan linguistik) dan makna potensial yang mungkin dari sebuah ujaran ujaran, mendefinisikan pragmatik sebagai bidang yang mengkaji makna dalam interaksi (meaning in interaction). Morris (1960) mengatakan bahwa pragmatic merupakan disiplin ilmu yang mempelajari pemakaian tanda, yang secara spesifik dapat diartikan sebagai cara orang menggunakan tanda bahasa dan cara tanda bahasa itu diinterpretasikan. yang dimaksud orang menurut definisi tersebut adalah pemakai tanda itu sendiri, yaitu penutur. Menurut Leech (1993:8), Pragmatik adalah studi tentang makna dalam hubungannya dengan situasi-situasi ujar  (speech situations) yang meliputi unsur-unsur penyapa dan yang disapa, konteks, tujuan, tindak ilokusi, tuturan, waktu, dan tempat.
Dari beberapa ahli yang mengemukakan pendapat tentang pengertian pragmatik dapat dengan mudah apabila masyarakat sekitar yang belum mengerti apa itu pragmatik dan memberitahukan inti dari pengertian pragmatik tersebut, pasti sebuah bahasa akan berkembang sesuai dengan aturan ketatabahasaan yang mengandung arti, maksud dan tujuan.
Kejelasan intruksi pada suatu produk barang memberikan pemahaman yang konkret akan kegunaan dari benda tersebut. Prinsip maksim kuantitas tidak dapat lebat dari sisi material dan efek kegunaan. Keduanya akan selalu melekat sehingga akan membentuk kaidah deklaratif yang memperjelas produk yang dimaksudkan. Dengan demikian maksim kuantitas sangat berpengaruh pada keredibilitas dan tingkat pemaknaan konsumen pada produk yang akan dipergunakan.                
b). Apa saja kaidah yang dihasilkan oleh maksim kuantitas, berdasarkan kajian bahasa teks suatu produk?
Teks di atas di analisis dengan kajian pragmatik yang masuk ke dalam konsep maksim kuantitas yaitu suatu tuturan untuk memberikan informasi secara singkat, jelas dan tidak berlebihan. Di dalam maksim kuantitas, seorang penutur diharapkan dapat memberikan informasi yang cukup, relatif memadai, dan seinformatif mungkin (Rahardi , 2008 : 53 ). Pada teks yang terdapat pada produk minyak kayu putih cap lang dan bedak bayi My Baby menginformasikan petunjuk dan kegunaan dari kedua produk tersebut. Maksim kuantitas tanpak jelas terdapat dalam teks kedua produk tersebut. Pembeli akan mendapatkan informasi jelas tentang kegunaan dan cara pemakaiannya, sehingga konsumen tidak akan salah lagi dalam membeli barang yang mereka butuhkan.
Selanjutnya pada bahasan yang kita teliti yakni maksim kuantitas, kita bisa memasukkan teks pada analisis maksim kuantitas yang berisi PETUNJUK PENGGUNAAN: gosoklah pada tempat yang sakit secara merata sampai terasa hangat dan nyaman atau campurkan beberapa tetes minyak Kayu Putih Ekaliptus ini dengan air panas dan hiruplah udara.
Teks tersebut berisi tuturan tentang petunjuk menggunakan minyak kayu putih cap Lang yaitu dengan menggosokkan pada tempat yang sakit secara merata sampai terasa hangat dan nyaman atau campurkan beberapa tetes minyak Kayu Putih Ekaliptus ini dengan air panas dan hiruplah udara. Dengan petunjuk tersebut masyarakat akan mengetahui apa kegunaan dari minyak kayu putih cap Lang  dan bagaimana cara kita memakainya, karena petunjuk penggunaan sudah dituliskan dengan jelas pada bagian botol minyak kayu putih cap Lang.
Maksim kuantitas pada teks tersebut juga merujuk pada keterangan atau petunjuk penyimpanan yang tepat. Konsumen diberikan informasi mengenai penyimpanan yang tepat minyak kayu putih cap Lang yaitu simpan di tempat sejuk dan terlindung dari sinar matahari.
Teks lain yang dianalisis adalah informasi mengenai produk bedak bayi My Baby. Pada produk ini, maksim kuantitas juga takpak jelas tentang kegunaan dari produk tersebut. My Baby Powder memberikan perawatan dengan penuh kelembutan, sehingga bayi merasa nyaman, penuh kasih sayang sepanjang hari. Indikasi yang terdapat pada produk ini menginformasikan mengenai produk  My Baby Powder begitu sejuk dan lembut melindungi kulit bayi yang teramat halus. Formulanya begitu ringan, mudah merata, harum, lembut dan segar, menyerap kelembaban pada kulit. Petunjuk pada produk minyak kayu putih cap lang dan bedak bayi tersebut, begitu memperhitungkan maksim kuantitas. Dengan adanya maksim kuantitas, konsumen akan mendapatkan beberapa hal penting pada suatu produk yaitu deskripsi produk, petunjuk penggunaan, kontra indikasi, petunjuk penyimpanan. Dari keempat hal tersebut dapat dikatakan, bahwa maksim kuantitas setidaknya memperhatikan instruksi atau petunjuk penggunakan suatu produk secara baik dan benar.

KESIMPULAN
Dari uraian di atas tentang pragmatik, tuturan dan maksim kuantitas dapat kita simpulkan bahwa  suatu bahasa tidak lepas dari aturan ketatabahasaan. Setiap kalimat dapat kita cari makna, maksud dan tujuan melalui kajian linguistik. Petunjuk penggunaan produk juga berindikasi pada kejelasan konsumen dalam memaknai produk tersebut. Maksim kuantitas akan memberikan dampak yang positif dalam kelangsungan pemaknaan suatu teks. Dalam penelitian dapat ditemukan kaidah-kaidah yang lazim dipergunakan pada produk barang yang diperjual belikan di pasaran. Kaidah terkait dengan maksim kuantitas adalah petunjuk penggunakan barang mempertimbangkan aspek yaitu kejelasan deskripsi produk, petunjuk penggunaan, kontra indikasi atau larangan penggunaan dan petunjuk penyimpanan produk secara baik dan benar.



DAFTAR ACUAN

Kushartanti. 2007. Pesona Bahasa Langkah Awal Memahami Linguistik. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama

Purwo, Bambang Kaswanti. Pragmatik dan Pengajaran Bahasa. 1990. Yogyakarta: Kanisius.

Rustono. 1999. Pokok- Pokok Pragmatik. Semarang: CV IKIP Semarang Press

Rahardi, R. Kunjana. Pragmatik: Kesantunan Imperatif Bahasa Indonesia. 2005. Jakarta: Erlangga.

Wijaya, Dewa Putu. 1996. Dasar-Dasar Pragmatik. Yogyakarta: Penerbit Andi

Yule, George. 2014. Pragmatik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.


PRA ANGGAPAN DALAM KONTEKS BAHASA


PRAANGGAPAN



A.    PENDAHULUAN
Pragmatik merupakan salah satu dari lima cabang linguistik selain fonologi, morfologi, sintaksis, dan semantik. Pragmatik merupakan cabang terbaru dari linguistik. Salah satu kajian dalam pragmatik adalah mengenai praanggapan. Dalam sebuah kalimat, makna yang tersurat pada sebuah kalimat tidaklah sama dengan makna yang tersirat dalam kalimat tersebut. Makna tersirat tersebut dapat diketahui melalui konteks dalam tuturan tersebut.
            Menurut (Imam syafi’ie dalam Hamid Hasan, 2015: 60) konteks pemakaian bahasa dibedakan menjadi empat macam (1) konteks fisik, meliputi tempat terjadinya pemakaian bahasa dalam suatu komunikasi itu dan tindakan atau prilaku dari para dari peristiwa komunikasi tersebut. (2) konteks epistemis, latar belakang atau pengetahuan yang sama-sama diketahui oleh pembicara ataupun pendengar. (3) konteks linguistik yang terdiri dari kalimat-kalimat atau tuturan-tururan yang mendahului suatu kalimat atau tertentu dalam komunikasi, (4) konteks sosial, yaitu relasi sosial, yaitu latar seting  yang melengkapi hubungan antara pembicara dengan pendengar. Dalam makalah ini akan membahas mengenai praanggapan yang merupakan bagian dari pragmatik dengan memperhatikan konteks.
B.     PEMBAHASAN
Pragmatik merupakan salah satu kajian ilmu dalam linguistik. Praanggapan merupakan bagian dari fenomena pragmatik. Praanggapan berasal dari perdebatan dalam ilmu falsafah, khususnya tentang hakikat rujukan (apa-apa, benda/keadaan, dan sebagainya) yang dirujuk atau dihunjuk oleh kata, frasa, atau kalimat dan ungkapan-ungkapan rujukan (Nababan dalam Hasan Lubis, 2015,61). Sebuah tuturan dapat dikatakan mempraanggapankan tuturan yang lain apabila ketidakbenaran tuturan yang dipresuposisikan mengakibatkan kebenaran atau ketidakbenaran tuturan yang mempresuposisikan tidak dapat dikatakan (Rahardi, 2005: 42).
Praanggapan dibagi menjadi dua:
  1. Praanggaapan semantik adalah hubungan antar kalimat. Jika praanggapan dapat ditarik dari pernyataan itu via leksikonnya, maka praanggapannya tersebut merupakan praanggapan semantik.
  2. Praanggapan pragmatik adalah hubungan antar pernyataan. Dalam teori praggapan pragmatik biasanya menggunkan dua konsep dasar, yaitu kewajaran dan pengetahuan bersama. Jika praanggapan dapat ditarik dari pernyataan itu via leksikonnya, maka praanggapannya tersebut merupakan praanggapan semantik.

Contoh praanggapan semantik :
Dia kembali berkuasa à Dia pernah berkuasa
Dia tidak akan mencuri lagi à Dia pernah mencuri
Dia sudah selesai membaca surat tersebut à Dia membaca surat tersebut
Martha menyesal menyesal membuang benda itu à Matha membuang barang itu
No
Kalimat
Praanggapan
1
Orang tua Ali tak menyangka bahwa Ali mabuk.
Ali mabuk, orang tuanya masih hidup.
2
Tini tahu siapa yang muncuri sepeda Tono. Maruli menelpon tadi
Seseorang mencuri sepeda Tono.  Ada orang yang namanya Maruli.
3
Dialah yang menendang saya.
Bukan saya yang mencari kamu
Seseorang menendang.
Seseorang mencari kamu.

















Contoh praanggapan pragmatik :
Konteks: Saya menitipkan barang kepada seseorang (yang tinggal di kota lain) untuk di jual, tetap orang tersebut sudah lama tidak memberi kabar dan mengirimkan uang ahsil penjualan barang saya tersebut. Akhirnya saya meneleponnya dan berkata
“Kalau barang saya itu sudah laku, uangnya jangan dikirimkan ke alamat rumah, tetapi ke alamat kantor saja”
Yang ingin dinyatakan dalam kalimat di atas adalah pemberitahuan mengenai cara pengiriman uang. Namun yang dipraanggapkan adalah bahwa orang yang ditelpon tersebut memiliki tanggungan yang harus dibereskan. Kalimat tersebut dapat pula dikatakan sebagai “pengingatan” yang terselubung.



Konteks: Siang hari, suasana kelas mulai tidak kondusif, dan jendela kelas tidak di buka. Sambil melihat sekeliling kelas seorang guru berkata kepada para siswa.
“Kelas ini begitu panas, apakah kalian tidak merasakan kepanasan?”
Yang ingin dinayatakan dalam kalimat di atas adalah pemberitahuan dan pertanyaan. Namun yang dipraanggapkan adalah siswa membuka jendela kelas agar terjadi sirkulasi udara.
C.    PENUTUP
Berdasarkan pembahasan di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa sebuah tuturan dapat dikatakan mempraanggapankan tuturan yang lain apabila ketidakbenaran tuturan yang dipresuposisikan mengakibatkan kebenaran atau ketidakbenaran tuturan yang mempresuposisikan tidak dapat di katakan (Rahardi, 2005: 42). Praaggapan dibagi menjadi dua, yaitu praanggapan semantik dan praanggapan pragmatik. Praanggaapan semantik adalah hubungan antar kalimat sedangkan praanggapan pragmatik adalah hubungan antar pernyataan.

Daftar Pustaka
Lubis, A. Hamid Hasan. Analisis Wacana Pragmatik. 2015. Bandung: Angkasa.
Purwo, Bambang Kaswanti. Pragmatik dan Pengajaran Bahasa. 1990. Yogyakarta: Kanisius.
Rahardi, R. Kunjana. Pragmatik: Kesantunan Imperatif Bahasa Indonesia. 2005. Jakarta: Erlangga.


TINDAK TUTUR DALAM PRAGMATIK


Tindak Tutur Dalam Pragmatik




Dalam kegiatan sehari-hari untuk mengungkapkan diri, orang-orang tidak hanya menghasilkan tuturan yang mengandung kata-kata dan struktur gramatikal tetapi juga menunjukan tindakan-tindakan melalui tuturan untuk memahami tuturan tersebutlah kita harus mengetahaui jenis-jenis tuturan. Dalam makalah ini akan dijelaskan pengertian tuturan dan kalsifikasituturan menurut ahli.
A.    Pengertian Tindak Tutur
Tindak Tutur ‘Speech Act’ dikenal dari ceramah yang disampaikan oleh filsuf berkebangsaan inggris , John L Austin, pada tahun 1955 di universitas Havard, yang kemudian diterbitkan tahun 1962 dengan judul  ‘How to do things with word’. Tindak tutur Yule (2006:82) adalah tindakan-tindakan yang ditampilkan lewat tuturan, misalnya permintaan maaf, keluhan, pujian, undangan, janji atau permohonan.Tuturanada dua yaitu tuturan perfomatif dan tuturan konstatif. Menurut Austin (Cummings,2007:8) tuturan performatif  adalah tuturan yang tidak mendeskripsikan atau melaporkan atau menyatakan apapun “benar” atau “salah”, pengujaran kalimat merupakan bagian dari melakukan tindakan, yang sekali lagi biasanya tidak dideskripsikan sebagai atau hanya sebagai tindak tutur mengatakan sesuatu. Tuturan konstatif adalah tuturan yang mendeskripsikan atau melaporkan peristiwa dan keadan di dunia, dan dapat dinyatakan benar dan salah. Menurut Austin  (Nadar, 2009:12) agar tuturan performatif dapat terlaksana ada tiga syarat yang harus dipenuhi (felicity conditions), yaitu:
1.      The person and circumstances must be appropriate (pelaku dan situasi harus sesuai) misalnya tuturan yang sering disampaikan kepada sepasang pengantin saya nyatakan saudara-saudari sebagai suami istri hanya dapat dipenuhi bila yang mengucapkan adalah seseorang yang berwenang untuk mengucapkan tuturan tersebut, misalnya pendeta atau pastur. Sebaliknya tuturan seorang pasturpunyang berbunyi saya nyatakan anda berdua sebagai suami istri tidak dapat berlaku bila pengantinnya bukan sepasang pria dan wanita.
2.      The Act must be Executed completely and Correctly by All Participantstindakan itu harus dilaksanakan dengan lengkap dan benar oleh semua pelaku. Misalnya seorang pemimpin yang mengatakan anda benar-benar salah kepada bawahnanya namun tidak mampu menunjukan kesalahan ataupun peraturan yang membuatnya dianggap salah.
3.      The participants must have the appropriate intentions (pelaku harus mempunyai maksud yang sesuai), misalnya tuturan saya akan menemui anda di kantor jam 3, sedangkan sebetulnya pukul tiga penutur telah mengadakan janji dengan pihak lain maka tuturan tersebut tidak valid.
Searle (Nadar, 2009:12) memberikan contoh dengan mendeskripsikan bahwa untuk satu tindak tutur promise ‘berjanji’ ada lima syarat agar dikatakan sah atau valid yaitu: the speaker must intend to do what he promise “penutur harus sungguh-sungguh bermaksud melakukan apa yang dijanjikan”. Misalnya seseorang bisa saja mengatakan “saya akan meminjamkan kamus ini padamu besok”.Namun kalau yang bersangkutan tidak sungguh-sungguh ingin meminjamkan kamus tersebut kepada lawan tuturnya besok maka tuturannya bukanlah suatu janji yang benar.The speaker must belive (that the hearer believes) that the action is in the hearer’s best interest, “penutur harus percaya bahwa lawan tutur percaya tindakan tersebut yang terbaik untuk pihak lawan tutur”. Misalnya tuturan “saya akan memukulmu kalau kamu tidak meminjamkan buku itu kepada saya” bukan tuturan yang sah karena penutur tidak berjanji untuk kebaikan lawan tutur.The speaker must believe that he can perform the action, “penutur harus percaya bahwa dia mempunyai kemampuan untuk melakukan tindakan tersebut”. Misalnya tuturan dari seorang siswa yang sakit kepada temannya yang berkunjung kepadanya.“Saya berjanji akan sehat besok” tidak dapat dikatakan valid karena siswa tersebut tidak dalam posisi mempunyai kemampuan untuk mengontrol kesehatannya sendiri.The speaker must predicate a future action“Penutur harus menyatakan tindakan dimasa yang akan datang” suatu tuturan yang mengandung janji dengan bentuk lampau tidak dianggap valid. The speaker must predicate an act of himself, penutur harus menyatakan tindakannya sendiri. Seorang anak yang mengatakan “saya berjanji bahwa ibu saya akan memberikan hadiah ulang tahun yang menarik untuk mu”.Tidak dapat dikatakan janji yang baik karena yang bersangkutan tidak dapat mewakili ibunya untuk membuat janji.Janji yang baik adalah janji yang mewakili dirinya sendiri.
B.     Klasifikasi Tindak Tutur
Menurut Yule (2006:83) ada tiga jenis tindak tutur, yaitu tindak lokusi, tindak tutur lokusi adalah tindak dasar dalam sebuah tuturan, menghasilkan suatu ungkapan linguistik yang bermakna, misalnya tuturan yang berbunyi “ruangan ini panas sekali” semata-mata hanya dimaksudkan untuk memberi tahu pihak  si mitra tutur bahwa pada saat dimunculkannya tuturan tersebut tangan sipenutur sedang dalam keadaan panas. Tindak tutur ilokusi, adalah tindak yang ditampilkan melalui penekanan komunikatif suatu tuturan yang mempunyai maksud dan fungsi tertentu, misalnya “ruangan ini panas sekali” yang diucapkan penutur, bukan semata-mata dimaksudkan untuk memberitahu kepada sang mitra tutur bahwa pada saat ini keadaan ruangan kelas sangat panas, namun lebih dari hal itu penutur menginginkan mitra tutur melakukan tindakan membuka jendela. Tindak tutur perlokusi tindak yang memberikan pengaruh kepada diri sang mitra tutur, misalnya pada saat penutur mengucapkan tuturan “ruangan ini panas sekali” mitra tutur langsung membuka jendela.
Yule (2006:72) menggolongkan tindak tutur ilokusi (maksud) dalam aktivitas bertutur itu kedalam lima fungsi tindak tutur: 
1.      Deklarasi (Declarations) ialah jenis tindak tutur yang mengubah dunia seperti menggambarkan penutur harus memiliki peran institusional khusus, dalam konteks khusus, untuk menampilkan deklarasi. Contoh: sekarang saya menyebut anda berdua suami-istri. (Harus ada kaitannya dengan otoritas)
2.      Representatif (sesuai dengan fakta) ialah jenis tindak tutur yang menyatakan apa yang diyakini penutur kasus atau bukan. Pernyataan suatu fakta, penegasan, kesimpulan dan pendeskripsian. Contoh: Chomsky tidak menulis tentang kacang. 
3.      Ekspresif (Ekspressives) bentuk tuturan yang berfungsi untuk menyatakan sesuatu yang dirasakan oleh penutur. Mencerminkan pernyataan-pernyataan psikologis berupa pernyataan kegembiraan, kesulitan, kesukaan, kebencian kesenangan atau kesengsaraan. Contoh: sungguh, saya minta maaf. (Mengungkapkan perasaan penutur) cenderung spontan.
4.      Direktif (Directives) jenis tindak tutur yang dipakai oleh penutur untuk menyuruh orang lain melakukan sesuatu, meliputi: perintah, pemesanan, permohonan, pemberian saran. Contoh: “dapatkah Anda meminjami saya sebuah pena?”
5.      Komisif (Commissives) jenis tindak tutur yang dipahami oleh penutur untuk mengikatkan dirinya terhadap tindakan dimasa yang akan datang (ada unsur janji). Contoh: saya akan kembali.
Dari cara menyampaikan tindak tutur dibedakan menjadi dua yaitu: tindak tutur langsung dan tindak tutur tidak langsung. Tindak tutur langsung adalah tuturan yang sesuai dengan modus (tujuan) kalimatnya, misalnya kalimat berita untuk memberitakan, kalimat perintah untuk menyuruh.Tindak tutur tidak langsung adalah tuturan yang berbeda dengan modus kalimatnya maka maksud dari tindak tutur tidak langsung dapat beragam dan tergantung pada konteksnya.
Tindak tutur ada tindak tutur literal dan tindak tutur tidak literal. Tindak tutur literal adalah tindak tutur yang maksudnya sama dengan makna kata yang menyusunnya. Tindak tutur tidak literal adalah tindak tutur yang maksudnya tidak sama atau berlawanan dengan makna kata yang menyusunnya. Klasifikasi dan interaksi tindak tutur dikemukakan oleh wijana (1996:36) dan Parker (1986:19-20):
a.       Tindak Tutur literal dan Langsung
Contohnya tuturan yang dikatakan dokter“coba, buka mulutnya besar-besar. Saya akan melihat tenggorokannya”.Dokter ini sedang memeriksa kesehatan seorang anak yang terkena radang tenggorokan dan diantar ibunya.Tuturan dokter diklasifikasikan sebagai tuturan literal dan langsung karena dokter tersebut menggunakan modus kalimat perintah untuk menyuruh.
b.      Tindak Tutur tidak literal dan Langsung
Contohnya tuturan seorang mahasiswa yang mendapat nilai B kepada temannya “wah saya gagal lagi dalam ujian sintaksis.Saya hanya mendapat nilai B”. Tuturan mahasiswa kepada teman dekatnya bukanlah tindak tutur literal karena yang dia maksudkan adalah dia lulus bukan gagal. Tuturan tadi merupakan tindak tutur langsung karena menggunakan  kalimat berita untuk memberikan hasil ujian sintaksis kepada temannya.
c.       Tindak Tutur literal dan Tidak Langsung
Suatu keluarga yang terdiri dari suami, istri dan anak-anak sang suami sedang makan malam bersama. Sang suami yang suka rasa pedas menginginkan sambal yang terletak agak jauh darinya kemudian dia berkata kepada istrinya ini dapat diklasifikasikan sebagai tuturan literal karena memang yang bersangkutan minta sambal.Namun tuturan ini merupakan tindak langsung karena yang bersangkutan menggunakan kalimat Tanya untuk membuat suatu tindak.
d.      Tindak Tutur Tidak Literal dan Tidak Langsung
Misalnya seorang kakak yang sudah mahasiswa mengatakan kepada adiknya yang masih duduk di kelas satu sekolah  menengah pertama yang sedang menghadapi ulangan umum dengan tuturan “Terus saja nonton TV, besok kan bisa mengerjakan ulangan”. tuturan sang kakak kepada adiknya tersebut tidak bisa dikatakan tuturan literal karena tidak demikianlah sebenarnya yang dimaksudkan. Tuturan kakak tadi juga bukan tuturan langsung karena kalimat yang dipergunakan adalah kalimat tanya sedangkan sedangkan maksudnya untuk menyuruh.




Kesimpulan
Tindak tutur adalah tindakan yang ditampilkan lewat tuturan, misalnya permintaan maaf, keluhan, pujian, undangan, janji atau permohonan. Dalam tindak tutur ada dua jenis tuturan yaitu tuturan  perfomatif dan tuturan konstatif yang mana dalam penggunaannya disesuaikan dengan ketentuan tertentu. Untuk membedakan tuturan performatif dan tuturan konstatif dapat dilakukan dengan mengklasifikasikan tindak-tindak dalam bertutur, seseorang melakukan lokusi, tindak ilokusi dan tindak perlokusi. Tindak ilokusi dibagi menjadi lima yaitu deklarasi, representatif, ekspresif, direktif dan komisif. Kita perlumemahami kententuan dalam tuturan bahwa tindak tutur dapat berbentuk langsung dan tidak langsung serta literal maupun tidak literal hal ini diketahui agar tuturan yang kita gunakan sesuai dengan modus kalimatnya dan tuturan yang dimaksudkan sama dengan kata yang menyususnya.



BAHASA PETUNJUK PEMAKAIAN PRODUK BERDASAR KAJIAN PRAGMATIK MAKSIM KUANTITAS

BAHASA PETUNJUK PEMAKAIAN PRODUK   BERDASAR KAJIAN PRAGMATIK MAKSIM KUANTITAS A.     PENDAHULUAN  Latar Belakang Pragmatik mer...