IDENTITAS BUDAYA
Identitas budaya
adalah cerminan kesamaan sejarah dan kode-kode budaya yang membentuk sekelompok
orang menjadi “satu” walaupun dari “luar” mereka tampak berbeda. Hal ini dapat
berarti juga selain dari kesamaan sejarah dan kode-kode budaya yang menyatukan
mereka, sudut pandang ini melihat bahwa ciri-ciri fisik atau lahirian
mengidentifikasikan mereka sebagai suatu kelompok.
PERUBAHAN IDENTITAS BUDAYA
Perubahan
identitas budaya adalah perubahan ciri khas yang dimiliki oleh individu atau
kelompok karena adanya faktor-faktor tertentu baik internal maupun eksternal.
Perubahan
identitas budaya yang pertama adalah mencairnya batas-batas kebudayaan.
Karena pesatnya perkembangan dunia kebudayaan-kebudayaan lokal yang dimiliki
suatu bangsa sebagai identitas diri mulai hilang sedikit demi sedikit. Batasan
dalam hal pakaian, tradisi, dan perilaku menjadi batasan fisik mengalami
transmisi dari nenek moyang dalam mengajari generasinya. Identitas budaya
seperti ini diadikan sebagai batas-batas atau simbol-simbol fisik yang menjadi
dasar dalam pendefinisian keberadaan suatu kebudayaan. Namun ketika pola
pikir mausia mengalami perubahan, luluhnya batas-batas teritorial sebagai
identitas, mobilisasi manusia, kecanggihan dalam hal intelektual yang dimiliki,
media komunikasi yang bertambah modern, masyarakat menjadi terintegrasi bukan
hanya lingkup lokal bahkan universal.
Kedua,
sebab adanya perubahan budaya juga karena adanya ruang politik dan makna
budaya. Dalam memaknai sebuah kebudayaan sering diwujudkan melalui sebuah
symbol. Perubahan dalam makna symbol juga disebabkan karena adanya kekuasaan
yang telah berubah. Suatu kebudayaan yang dibuat tidak akan lepas dari ruang
dimana kebudayaan tersebut dibuat, dibangun dan dipelihara serta dilestarikan.
Dengan perbedaan kepentingan kekuasaan, maka ruang yang dijadikan wadah
mengalami definisi ulang sejalan dengan berkembangnya gaya hidup modern yang
secara langsung diawali dengan perubahan rancangan ruang.
Kondisi ruang
diperebutkan untuk kepentingan kekuasaan atau politik tertentu. Makna
kebudayaan pun menjadi mengikuti siapa yang akan mendefinisikan ulang
kebudayaan tersebut. Symbol dan makna kebudayaan menjadi objek yang adanya
dihasilkan oleh suatu proses negosiasi yang melibatkan sejumlah kontestan yang
terlibat dengan kepentingan yang berbeda.
Ketiga, ketika
kekuasaan politik mengalami perubahan, maka secara bersamaan terjadilah
pemaksaan akan makna ruang dan makna sebuah identitas budaya. Public yang tidak
memiliki keinginan untuk mengikuti kepentingan penguasa akan menjadi
kelompok-kelompok kecil yang beragam dalam memaknai ruang dan identitas.
Pertandingan berbagai
institusi terjadi secara kuat yang menyebabkan individu menjadi objek dari
kepentingan-kepentingan yang berbeda. Mereka yang membuat kelompok-kelompok
kecil karena tidak sepakat dengan kekuasaan politik juga ikut melakukan
pertandingan dalam bentuk pembangkangan terhadap pendefinisian ruang dan makna
identitas budaya oleh kaum penguasa.
Tarik menarik antara
kaum penguasa dengan kelompok pembangkang menjadikan identitas kebudayaan
mengalami konstruksi dan reproduksi yang berbeda yang tentunya syarat dengan
kepentingan masing-masing. Symbol-simbol budaya pun dijadikan sebagai alasan
penegasan kelompok yang keberadaannya menjadi bagian dari system sosial dengan
adanya pertentangan nilai-nilai. Hal ini dapat dicontohkan dalam perebutan
identitas yang dilakukan oleh Negara tetangga Malaysia. Menurut Irwan Abdullah
mereka tertrik melakukan replikasi dari kesukubangsaan dengan parameter yang
berbeda yang didasarkan bukan pada nilai local yang sama, tetapi pada minat dan
kepentingan yang sama dari mereka yang secara asal usul berbeda.
Fesyen dan Identitas
Gaya pakaian,
dandanan, rambut, segala macam asesoris, selera music, atau pilihan-pilihan
kegiatan yang dilakukan dalah bagian dari pertunjukan identitas dan kerpibadian
diri. Pemilihan tipe-tipe kepribadian yang kita inginkan dapat melalui
mengimitasi kepribadian yang beredar di sekitar kita, misalnya melalui bintang
film, bintang iklan, penyanyi, model, bermacam-macam kelompok yang ada atau
bisa berinovasi untuk menciptakan gaya sendiri untuk membuat sebuah identitas
baru.
Hal yang telah
dipertontonkan melalui tubuh seperti gaya pakaian, gaya rambut, serta asesoris
pelengkapnya lebih dari sekedar demonstrasi penampilan, melainkan demonstrasi
ideologi. Sekaligus menunjukkan kepada kita bahwa globalisasi mempunyai peran
besar dalam penyebaran gaya ke seluruh dunia. Globalisasi beserta seluruh media
penyebarannya sangat dipahami oleh masyarakat, namun kesalahannya adalah para
penikmat globalisasi kurang menyadari permasalahn konteks sejarah awalnya.
Pembentukan identitas
seperti ini tidak terjadi dengan sendirinya. Pembentukan identitas dipengaruhi
oleh berbagai macam faktor yang diidentifikasikan sebagai kreativitas, faktor
ideology kelompok dan tekanan yang berasal dari teman sebaya, status sosial,
kehebohan iklan dalam media elektronik maupun media cetak, serta adanya unsur
kesenangan.
SMART Phone bukan merupakan
hal baru dikalangan msyarakat. Penggunaansmart phone BlackBerry
yang sangat hangat dalam telinga masyarakat Indonesia merupakan salah satu
pembentukan identitas yang terjadi karena faktor-faktor yang telah disebutkan
di atas.
IDENTITAS HIBRIDA
Konsep hibriditas
berguna dalam menjelaskan percampuran kultural dan kemunculan bentuk-bentuk
baru identitas. Namun kita perlu membedakan berbagai tipe hiriditas dan itu
dilakukan dengan mengacu kepada situasi spesies kelompok tertentu.
Enam jenis pertemuan
kultural (Barker, 2000: 213) yaitu:
1.
Dua tradisi yang berlainan dibiarkan tetap
terpisah dalam konteks waktu dan ruang.
2.
Dua tradisi kultural yang terpisah
dipertemukan dalam ruang dan waktu.
3.
Kebudayaan bersifat translokal dan melibatkan
aliran global.
4.
Tradisi kultural berkembang di tempat terpisah
namun mengembangkan identifikasi yang didasarkan atas persepsitentang kemiripan
dan kesamaan tradisi dan situasi.
5.
Suatu tradisi kultural menyerap atau menghapus
tradisi kultural ;ain dan menciptakan kemiripan yang efektif.
6.
Bentuk-bentuk baruidentitas dibentuk dari
kepedulian bersama terhadap poros kelas, etnisitas, gender, ummur, dan
lain-lain.
Bhaba (1994)
mengajukan konsep mimikri untuk menggambarkan proses peniruan/ peminjaman
berbagai elemen kebudayaan. Menurutnya mimikri tidak menunjukkan ketergantungan
sang terjajah kepada yang dijajah tetapi peniru menikmati dengan dua perasaan
yang saling bertentangan yang terjadi dalam proses imitasi. Hal ini karena
mimikri selalu mengindikasikan makna yang “tidak tepat” dan “salah tempat”
sekaligus subversi.
Kesimpulan
Identitas bukanlah
fenomena yang terjadi secara alamiah melainkan formasi kultural-kultural yang
tak tentu. Identitas juga merupakan keseluruhan atau totalitasyang
menunjukkanciri-ciri atau keaadaan khusus seseorang, jati diri dari
factor-faktor biologis, psikologis, dan sosiologis yang mendasari tingkah laku
individu.
Kebudayaan merupakan
hasil karya rasa, cipta, dan karsa yang dibuat oleh manusia dalam kurun
waktuyang relative lama yang diakui, diketahui, ditaati, dan diterapkan dalam
kehidupan masyarakat masyarakat.
Identitas budaya
merujuk pada sebagian besar konsep diri seseorang yang berasal dari pengetahuan
dan perasaan seseorang yang menjadi dari sebuah kelompok tertentu.
Daftar Pustaka
Berger & Luckman,
1990, Tafsir Sosial atas Kenyataan, Risalah tentang Sosiologi
Pengetahuan, Jakara: LP3ES.
Chris Barker,
2000, Cultural Studies Teori & Praktik, London: Sage Publication
Irwan Abdullah,
2007, Konstruksi dan Reproduksi Kebudayaan, Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar